Kamis, 28 November 2024

Meregang Nyawa di Kanjuruhan, Keceriaan Sifwa Masih Membekas di Hati Keluarga

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Muhammad Maulana Saputra kakak kandung Sifwa Dinar Artametya yang menjadi korban di tragedi Kanjuruhan, Selasa (4/9/2022). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Menjelang tengah malam pada Sabtu, (1/10/2022) lalu, Muhammad Maulana Saputra (29 tahun) saudara tertua Sifwa Dinar Artametya (17 tahun) mulai was-was saat membaca media online yang mewartakan kerusuhan yang mengakibatkan ratusan korban meninggal dalam laga Arema FC versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pikirannya sudah tidak tenang, karut marut dan gelisah. Berkali-kali ia mencoba mencari kabar tentang keberadaan adik perempuannya yang menonton laga derby Jatim itu.

“Sifwa pamitan sama ibu mau pergi nonton pertandingan Arema FC dan Persebaya habis Maghrib, cuman…,” cerita Maulana lalu berhenti, karena air matanya menetes.

Ia mengambil satu batang rokok, dan menyalakan korek apinya, kemudian berusaha bercerita lagi dengan suarasurabaya.net di rumah duka Selasa (4/10/2022).

Kakak pertama korban itu melanjutkan cerita tetang tragedi yang dialami adik nomer dua tersebut.

“Sifwa berangkat ke pertandingan sama empat orang temannya. Yang selamat dua, yang meninggal dua orang termasuk adik saya mas..” ujar Maulana.

Maulana baru mendapat kabar keberadaan adiknya pada hari Minggu (2/10/2022) sekitar pukul 01.30 WIB pagi, dari teman adiknya melalui pesan di media sosial. Isi pesan yang tidak pernah ia harapkan itu mengabarkan Sifwa sudah dalam kondisi meninggal dunia.

Mendapat kabar itu, Maulana bergegas menuju ke RS Wava Husada yang menampung evakuasi jenazah korban kerusuhan.

Sekitar pukul 03.00 WIB pagi, akhirnya dia berhasil menemukan adiknya.

“Wajah Sifwa sudah lebam biru, begitupun dengan jenazah-jenazah yang lainnya kondisinya sama. Kebanyakan lebam di wajah,” ujarnya.

Dia tahu bahwa kondisi yang dialami adiknya itu akibat dari penembakan gas air mata yang dilakukan oleh petugas. Dia marah dan kecewa dengan penembakan gas air mata, namun saat itu dia hanya fokus untuk mengurus administrasi dan membawa pulang jenazah adiknya untuk dikebumikan.

Sekitar pukul 08.00 WIB pagi jenazah Sifwa sudah dikebumikan di pemakaman kampung. Maulana menyebut kepergian Sifwa menjadi lubang hitam bagi keluarganya.

“Sifwa itu orangnya ceria, yang selalu membuat rame di keluarga. Kalau gak ada dia suasana di rumah jadi kurang ceria,” kata Maulana.

Tidak hanya sebagai orang yang ceria saja, Sifwa dikatakan oleh sang kakak sebagai pekerja keras dan mandiri. Bahkan dia sering membantu ibunya untuk berjualan es di daerah Jalan Soekarno Hatta (Suhat) Malang.

“Setidaknya itu yang bisa saya kenang dan belajar dari Sifwa. Selalui ceria dan menghidupkan suasana, sama itu pekerja keras,” kata dia.

Sore itu saat ditemui suarasurabaya.net, rumah duka masih ramai dengan orang takziyah. Tetangga, teman Sifwa, dan saudara-saudara mengucap bela sungkawa ke keluarga.

Maulana tidak mau berlama-lama meratapi kepergian adiknya, dia berusaha ikhlas. Karena begitu banyak orang yang merasa kehilangan Sifwa, tidak hanya dirinya.

“Saya cukup tenang, ternyata banyak pihak yang perhatian sama Sifwa dan yang kehilangan Sifwa juga banyak,” tuturnya.

Tidak terasa obrolan dengan Maulana sudah menghabiskan waktu hampir dua jam, dan sore sudah menjelang malam menampakkan sisa-sisa senja yang masih menerawang. Keluarga pun juga bergegas menyiapkan pengajian di hari ketiga.

Di akhir pesan, dia hanya menuntut keadilan. Tentang keputusan penembakan gas air mata dan orang-orang yang bertanggung jawab harus dicekal.

“Saya menyebut ini pembunuhan, meski saya sedang berusaha ikhlas. Teman-teman Aremania juga ada di belakang kami. Hanya satu, keadilan yang saya harapkan dan teman-teman Aremania juga” tutupnya.(wld/dfn/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Kamis, 28 November 2024
26o
Kurs